Sepakbola Sumatera Utara harus bangkit dan kembalikan marwah yang dulunya berprestasi dan kerap menyumbangkan pemain ke skuad Garuda.
Hal ini dinyatakan dalam diskusi Membangun Masa Depan Sepakbola Sumatera Utara ‘Menuju PON 2024’ di Medan, Sabtu (5/3/2022). Hadir sebagai pembicara Mulyadi Simatupang Manajer PSMS Medan, eks Manajer PSMS 2010-2012 dan mantan Wali Kota Medan Rahudman Harahap, serta pengamat sepakbola Rafriandi Nasution.
Rahudman Harahap mengatakan, hal utama yang harus dilakukan adalah rasa memiliki terhadap sepakbola. Hal ini tak terpatri hanya pada pengurus saja.
“Kita semua harus ikut merasa memiliki terhadap sepakbola Sumut. Bagaimana kita berjuang, berbuat. Buat pelatihan wasit yang baik, berkualitas,” katanya.
Rahudman menegaskan, langkah cepat harus dilakukan untuk menyiapkan diri menghadapi PON 2024 saat Sumut dan Aceh menjadi tuan rumah. Ia menilai, sejatinya pengurus yakni Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI Sumut memiliki waktu penuh untuk mengurus sepakbola di daerah ini.
“Kedepannya pengurus Asprov PSSI Sumut punya waktu dan ruang untuk mengabdi. Saya ingin sepakbola ini menjadi idola di Sumut terutama menghadapi PON mendatang,” tegasnya.
Manajer PSMS Medan Mulyadi Simatupang pun mengakui bila tantangan berat sepakbola di Sumut untuk mengembalikan prestasi yang dulunya kerap diraih. Mulyadi menilai, ada 3 hal yang harus menjadi fokus pembenahan.
“Ada 3 yang harus menjadi fokus, manajemen organisasi, kompetensi SDM dan pendanaan,” katanya.
Mulyadi menyebutkan, fokus tersebut harus adanya aksi nyata kolaborasi antara pengurus, pemerintah, juga peran penting masyarakat.
“Harus ada kolaborasi antara pemerintah, swasta dan masyarakat juga. Tidak boleh kerjasama sendiri harus saling mendukung, satu tujuan untuk sepakbola,” jelasnya.
Ia pun mengakui bila regenerasi pemain asal Sumut masuk dalam skuad merah putih pun tak ada lagi. Hal ini pun patut menjadi koreksi penting bagi penggiat sepakbola. Hal yang sama juga kompetisi yang tak berjalan.
“Kompetisi mati suri di Sumut. Tidak ada kompetisi secara berjenjang. Sehingga bagaimana pemain kita seperti di Jawa, usia 17 sudah masuk Timnas. Ini kelemahan kita,” aku Mulyadi.
Pembicara lainnya, Benny Tomasoa pun ungkapkan hal yang sama. Ia menyoroti kurang berjalan profesional organisasi. Termasuk dalam pemilihan pemain yang kerap mengesampingkan kemampuan pemain.
“Masih ada tradisi titipan. Itu yang buat kita ketinggalan. Itu tergantung kepada pelatihnya,” sebutnya.