PEGIAT lingkungan dorong hukuman maksimal terhadap kasus perdagangan bayi Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dengan terdakwa TDR (18) yang kini tengah bergulir di persidangan.
Kasus tersebut disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Deli Serdang Cabang Labuhan Deli, Jalan Asam, Kecamatan Medan Labuhan.
Pegiat lingkungan dari Sumatera Tropical Forest Journalism (STFJ) dan Forum Konservasi Orangutan Sumatera Utara harapkan jaksa penuntut umum (JPU) terapkan UU Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistem kasus tersebut.
“Kita berharap jaksa penuntut untuk menerapkan hukuman yang maksimal UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistem, terhadap terdakwa TDR” kata Direktur STFJ, Rahmad Suryadi dalam konferensi pers di Bergendal Coffee Jalan Abadi, Kota Medan, Senin (29/8/2022).
Ketua Forum Konservasi Orangutan Sumatera Utara, Indra Kurnia menambahkan, JPU kiranya tak menjadikan usia TDR dalam menetapkan tuntutannya. Sebab, TDR bukan pemain baru dalam lingkaran perdagangan satwa liar dilindungi, terkhusus Orangutan Sumatera.
“Kasus ini harusnya tuntutannya bisa lebih berat. TDR ini bukan pemain baru, meski umurnya masih 18 tahun,” katanya.
Turut hadir praktisi hukum, Irwansyah Nasution, Indra menyatakan, TDR diyakini telah terlibat dalam perdagangan satwa liar dilindungi ini sejak berusia 15 tahun. Sejumlah kasus perdagangan Orangutan Sumatera diyakini melibatkan TDR.
“Kasus EAP vonis 8 bulan di PN Binjai. Nama T tersebutkan masuk BAP,” jelasnya.
Baca juga: Hari Orangutan Internasional, STFJ: Hukum Maksimal Pelaku Kejahatan Satwa
Hukuman Terlalu Ringan, Dorong Revisi UU Nomor 5 Tahun 1990
Indra juga mengkritisi hukuman terhadap kejahatan satwa dilindungi yang masih ringan. Dimana UU Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistem dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta.
“Kita perlu mendorong revisi UU No 5 tahun 1990 ini. Karena kalau ditelusuri dari hilir ke hulu, kejahatan satwa ini sebabkan regenerasi yang hilang,” katanya.
Indra menyebutkan, revisi UU Nomor 5 tahun 1990 tersebut menilik dengan pertimbangan proses rehabilitasi satwa yang menjadi korban kejahatan tersebut. Dimana proses rehabilitasi tersebut membutuhkan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit.
“Karena proses rehabilitasi terhadap Orangutan akan membutuhkan biaya yang lebih besar sampai siap dikembalikan ke habitatnya lagi. Jadi, masih sangat kecil sekali kalau hukuman 5 tahun dan dendanya masih Rp100 juta,” jelasnya.***