TERBIT Rencana Peranginangin (TRP), Bupati Langkat non aktif bantah lakukan perbudakan di rumahnya seperti yang diberitakan akhir-akhir ini. Ia juga menyebut, keberadaan ruangan mirip penjara atau kerangkeng adalah tempat pembinaan.
“Itu bukan kerangkeng manusia, itu tempat pembinaan,” kata Terbit usai Komnas HAM memintai keterangan di Gedung KPK RI, Jakarta, Senin (7/2/2022), mengutip dari Antara.
TRP Bantah lakukan perbudakan itu dengan dalih, warga yang berada dalam ruangan bukan orang-orang yang bekerja di kebun sawit miliknya, melainkan warga yang ia bina untuk memiliki keterampilan.
“Bukan dipekerjakan, hanya untuk memberikan sebagai skill supaya menjadi keterampilan. Dari situ, orang itu bisa memanfaatkan di luar,” ucap Terbit.
Menurut Terbit, keberadaan ruangan sudah ada sebelum ia menjabat sebagai bupati. Pernyataan ini senada dengan Kapolda Sumatra Utara Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak, bahwa tempat itu sudah berdiri selama 10 tahun.
Tudingan adanya penghuni ruangan meninggal, TRP enggan menjawabnya secara rinci dan menyerahkan tanggungjawabnya kepada pihak lain.
“Laporan itu kita lihat saja nanti atau bagaimana karena itu bukan pengelolaan kami langsung,” ujar TRP.
Baca juga: Bareskrim Sebut Status Perkara Kerangkeng Bupati Langkat Akan Segera Ditingkatkan
Kerangkeng Bupati Langkat Tak Sesuai Standar
Keterangan dari Komnas HAM sebelumnya menyebut, TRP sudah mengakui adanya korban meninggal dunia dalam kerangkeng tersebut. Namun, Komnas HAM tidak menyebutkan berapa jumlah korbannya.
Komnas HAM memperoleh informasi penggunaan kerangkeng itu adalah metode pembinaan sehari-hari bagi warga tersebut. Namun, pembinaan itu tidak sesuai standar rehabilitasi BNN dan belum mendapatkan izin.
“Juga bagaimana SOP penanganan kalau ada kekerasan atau korban jiwa. Yang lain bagaimana posisi yang ada sebelum Pak Terbit jadi bupati maupun ketika Pak Terbit jadi bupati sejak 2019. Kira kira itu poin-poin yang kami konfirmasi,” kata anggota Komnas HAM Beka Ulung Hapsara.
Penyidik KPK telah menetapkan TRP sebagai tersangka dan melakukan penahanan terhadapnya terkait kasus dugaan suap kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa pada tahun 2020—2022 di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Pemeriksaan Terbit oleh Komnas HAM sendiri merupakan hasil koordinasi antara Komnas HAM dengan KPK.