Sepanjang 2020-2021, sebanyak 300 kg sisik Trenggiling gagal diselundupkan setelah disita dari operasi penindakan di Pulau Sumatera. Tiongkok, China menjadi tingginya penyelundupan sisik Trenggiling.
“Selama masa pandemi 2020-2021, sekitar 300 kg sisik Trenggiling disita dari operasi penegakan hukum di pulau Sumatera,” kata Panut Hadisiswo Dewan Penasihat Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Center (YOSL-OIC) dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema Telusur Jejak Perdagangan Trenggiling, di Kantor Sumatera Tropical Forest Journalism (STFJ) Jalan Melinjo Raya No.1 Medan Johor, Sabtu (23/4/2022).
Binatang dengan nama latin Manis javanica itu merupakan satwa dilindungi yang bernilai tinggi di pasaran. Menurut data, Trenggiling merupakan kasus tertinggi untuk perdagangan satwa dilindungi di Dunia.
Berdasarkan data Wildlife Conservation Society Tiongkok (WCS, 2020), selama satu dekade 2010 hingga 2020, tedapat 26 ribu Trenggiling dari Indonesia diselundupkan ke Tiongkok.
Menurut Panut, tingginya penyelundupan sisik Trenggiling ke China, karena ada keyakinan hewan mamalia itu memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit dan meningkatkan vitalitas tubuh. Padahal hingga kini belum ada penelitian ilmiah yang bisa membuktikan hal itu.
Sehingga, keyakinan ini memicu timbulnya permintaan yang tinggi dari negeri tersebut sebagai end user. Penyelundupan dilakukan dengan modus jalur laut, kargo, dan melalui pelabuhan-pelabuhan kecil. Tujuan utama ke Tiongkok, yang sebagian besar transit di Malaysia.
WNA Terlibat Selundupan Sisik Trenggiling, Hukuman Masih Lemah
Kepala Seksi Wilayah 1 Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Sumatera, Haluanto Ginting mengatakan pelaku bukan saja warga Indonesia tapi juga ada Warga Negara Asing (WNA).
“Di 2018 dua WNA asal Tiongkok jadi tersangka kasus 48 Trenggiling ilegal. Selama 2021 ada tiga kasus yang datanya lengkap (P21) dan dilimpahkan ke pengadilan setempat,” kata Ginting.
Sayangnya lanjut Ginting, hukuman penjara yang hanya berdurasi satu sampai dua tahun saja belum memberikan efek jera. Karena, masih ada pelaku yang sudah menjalani masa hukuman, namun ketika kembali ke masyarakat, mereka melakukan hal yang sama.
“Kegiatan ini untuk memberikan pemahaman bagi kita dan masyarakat luas untuk menurunkan angka perdagangan Trenggiling dan sebisanya memberikan perubahan untuk hukum di Indonesia. Terutama UU No 5 Tahun 1990 yang harus dikaji ulang,” kata Direktur STFJ, Rahmad Suryadi.
International Union for Conservation of Nature [IUCN] menetapkan statusnya Kritis [Critically Endangered/CR], atau selangkah menuju kepunahan di alam liar.
Di Indonesia, Trenggiling termasuk satwa dilindungi berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 dan Peraturan Menteri LHK Nomor 106 Tahun 2018, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta.